"Biografi Imam Syafi’i"

Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif.



Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.

Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.

Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “.

Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnadberisi tentang hadis hadis rasulullahyang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis.
READ MORE -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Biografi Thariq bin Ziyad - Penakluk Spanyol

Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau adalah putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.



Setelah Rasulullah saw. wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama -Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.

Sebelumnya, sejak tahun 597 M, Spanyol dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.

Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya.

Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda -yang dinodai Roderick-ikut mengungsi.

Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.

Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.

Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.

Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 70.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar -diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.

Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.

Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”

Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar.

Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.

Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.

Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidka bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.

Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.

Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”

Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.

Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick. Ia menyebarkan kabar bahwa pasukan muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan.

Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya barisan tentara Roderick kacau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Mayat Roderick tengelam lalu hanyat dibawa arus Sungai Barbate.

Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa.

Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq memabagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spantol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.

Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2 tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat).

Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghadap mereka. Namun, niat itu tidak tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.

Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa.
READ MORE -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Biografi Abu Wafa - Sang Matematikawan Jenius

Ahli matematika Muslim fenomenal di era keemasan Islam ternyata bukan hanya Al-Khawarizmi. Pada abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki seorang matematikus yang tak kalah hebat dibandingkan Khawarizmi. Matematikus Muslim yang namanya terbilang kurang akrab terdengar itu bernama Abul Wafa Al-Buzjani. “Ia adalah salah satu matematikus terhebat yang dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George Sarton dalam bukunya bertajuk Introduction to the History of Science.



Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom terkenal pada zamannya.

Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui peradaban Barat. Sebagai bentuk pengakuan dunia atas jasanya mengembangkan astronomi, organisasi astronomi dunia mengabadikannya menjadi nama salah satu kawah bulan. Dalam bidang matematika, Abul Wafa pun banyak memberi sumbangan yang sangat penting bagi pengembangan ilmu berhitung itu.

“Abul Wafa dalah matematikus terbesar di abad ke 10 M,” ungkap Kattani. Betapa tidak. Sepanjang hidupnya, sang ilmu wan telah berjasa melahirkan sederet inovasi penting bagi ilmu matematika. Ia tercatat menulis kritik atas pemikiran Eucklid, Diophantos dan Al-Khawarizmisayang risalah itu telah hilang. Sang ilmuwanpun mewariskan Kitab Al-Kami (Buku Lengkap) yang membahas tentang ilmu hitung (aritmatika) praktis. Kontribusi lainnya yang tak kalah penting dalam ilmu matematika adalah Kitab Al-Handasa yang mengkaji penerapan geometri. Ia juga berjasa besar dalam mengembangkan trigonometri.

Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum si nus. Selain itu, sang mate ma tikus pun mencetuskan metode baru membentuk tabel sinus. Ia juga membenarkan nilai sinus 30 derajat ke tempat desimel kedelapan. Yang lebih menga gumkan lagi, Abul Wafa mem buat studi khusus tentang ta ngen serta menghitung se buah tabel tangen.

Jika Anda pernah mempelajari matematika tentu pernah mengenal istilah secan dan co secan. Ternyata, Abul Wafalah yang pertama kali memperkenalkan istilah matematika yang sangat penting itu. Abu Wafa dikenal sangat jenius dalam bi dang geometri. Ia mampu me nyelasikan masa lah-masalah geometri dengan sangat tang kas.

Buah pemikirannya dalam matematika sangat berpengaruh di dunia Barat. Pada abad ke-19 M, Baron Carra de Vaux meng ambil konsep secan yang dicetuskan Abul Wafa. Sayangnya, di dunia Islam justru namanya sangat jarang terdengar. Nyaris tak pernah, pelajaran sejarah peradaban Islam yang diajarkan di Tanah Air mengulas dan memperkenalkan sosok dan buah pikir Abul Wafa. Sungguh ironis.

Sejatinya, ilmuwan serbabisa itu bernama Abu al-Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Ibn Abbas al-Buzjani. Ia terlahir di Buzjan, Khurasan (Iran) pada tanggal 10 Juni 940/328 H. Ia belajar matematika dari pamannya bernama Abu Umar al- Maghazli dan Abu Abdullah Muhammad Ibn Ataba. Sedangkan, ilmu geometri dikenalnya dari Abu
Yahya al-Marudi dan Abu al-Ala’ Ibn Karnib.

Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya sebuah dinasti Islam baru yang berkuasa di wilayah Iran. Dinasti yang ber nama Buwaih itu berkuasa di wilayah Persia — Iran dan Irak ñ pada tahun 945 hingga 1055 M. Kesultanan Buwaih menancapkan benderanya di antara periode peralihan kekuasaan dari Arab ke Turki. Dinasti yang berasal dari suku Turki itu mampu menggulingkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad pada masa kepemim -pinan Ahmad Buyeh.

Dinasti Buwaih memindahkan ibu kota pemerintahannya ke Baghdad saat Adud Ad-Dawlah berkuasa dari tahun 949 hingga 983 M. Pemerintahan Adud Ad- Dawlah sangat mendukung dan memfasilitasi para ilmuwan dan seniman.

Dukungan itulah yang membuat Abul Wafa memutuskan hijrah dari kampung halamannya ke Baghdad. Sang ilmuwan dari Khurasan ini lalu memutuskan untuk mendedikasikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana Adud ad-Dawlah pada tahun 959 M. Abul Wafa bukanlah satusatunya matematikus yang mengabdikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana itu.

Matematikus lainnya yang juga bekerja di istana Adud ad-Dawlah antara lain; Al- Quhi dan Al-Sijzi. Pada tahun 983 M, suksesi kepemimpinan terjadi di Dinasti Buwaih. Adyd ad-Dawlah digantikan puteranya bernama Sharaf ad-Dawlah. Sama seperti sang ayah, sultan baru itu juga sangat mendukung perkembangan matematika dan astronomi. Abul Wafa pun makin betah kerja di istana.

Kecintaan sang sultan pada astronomi makin memuncak ketika dirinya ingin membangun sebuah observatorium. Abul Wafa dan temannya Al-Quhi pun mewujudkan ambisi sang sulatan. Obser vatorium astronomi itu dibangun di taman is tana sultan di kota Baghdad. Kerja keras Abul Wafa pun berhasil. Observatorium itu secara resmi dibuka pada bulan Juni 988 M.

Untuk memantau bintang dari observatorium itu, secara khusus Abul Wafa membangun kuadran dinding. Sayang, observatorium tak bertahan lama. Begitu Sultan Sharaf ad-Dawlah wafat, observatorium itu pun lalu ditutup. Sederet karya besar telah dihasilkan Abul Wafa selama mendedikasikan dirinya di istana sultan Buwaih.

Beberapa kitab bernilai yang ditulisnya antara lain; Kitab fima Yahtaju Ilaihi al- Kuttab wa al-Ummal min ‘Ilm al-Hisab sebuah buku tentang aritmatika. Dua salinan kitab itu, sayangnya tak lengkap, kini berada di perpustakaan Leiden, Belanda serta Kairo Mesir. Ia juga menulis “Kitab al-Kamil”.

Dalam geometri, ia menulis “Kitab fima Yahtaj Ilaih as-Suna’ fi ‘Amal al-Handasa”. Buku itu ditulisnya atas permintaan khusus dari Khalifah Baha’ ad Dawla. Salinannya berada di perpustakaan Masjid Aya Sofya, Istanbul. Kitab al-Majesti adalah buku karya Abul Wafa yang paling terkenal dari semua buku yang ditulisnya. Salinannya yang juga sudah tak lengkap kini tersimpan di Perpustakaan nasional Paris, Pran cis.

Sayangnya, risalah yang di buatnya tentang kritik terha dap pemikiran Euclid, Diophantus serta Al-Khawarizmi sudah musnah dan hilang. Sungguh peradaban modern berutang budi kepada Abul Wafa. Hasil penelitian dan karya-karyanya yang ditorehkan dalam sederet kitab memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi pengembangan ilmu pengetahun, terutama trigonometri dan astronomi.

Sang matematikus terhebat di abad ke-10 itu tutup usia pada 15 Juli 998 di kota Baghdad, Irak. Namun, hasil karya dan pemikirannya hingga kini masih tetap hidup.


Abadi di Kawah Bulan

Abul Wafa memang fenomenal. Meski di dunia Islam modern namanya tak terlalu dikenal, namun di Barat sosoknya justru sangat berkilau. Tak heran, jika sang ilmuwan Muslim itu begitu dihormati dan disegani. Orang Barat tetap menyebutnya dengan nama Abul Wafa. Untuk menghormati pengabdian dan dedikasinya dalam mengembangkan astronomi namanya pun diabadikan di kawah bulan.

Di antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim yang dimiliki peradaban Islam, hanya 24 tokoh saja yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat pengakuan dari Organisasi Astronomi Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui IAU sebagai nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun 1935, 1961, 1970 dan 1976. salah satunya Abul Wafa.

Kebanyakan, ilmuwan Muslim diadadikan di kawah bulan dengan nama panggilan Barat. Abul Wafa adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama asli. Kawah bulan Abul Wafa terletak di koordinat 1.00 Timur, 116.60 Timur. Diameter kawah bulan Abul Wafa diameternya mencapai 55 km. Kedalaman kawah bulan itu mencapai 2,8 km.

Lokasi kawah bulan Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya berdekatan dengan sepasangang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di sebelah baratdaya kawah bulan Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah timur laut terdapat kawah bulan yang lebih besar bernama King. Begitulah dunia astronomi modern mengakui jasa dan kontribusinya sebagai seorang astronom di abad X.


Matematika Ala Abul Wafa

Salah satu jasa terbesar yang diberikan Abul Wafa bagi studi matematika adalah trigo no metri. Trigonometri berasal dari kata trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur. Ini adalah adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigo no met rik seperti sinus, cosinus, dan tangen.

Trigonometri memiliki hubungan dengan geometri, meskipun ada ketidaksetujuan tentang apa hubungannya; bagi beberapa orang, trigonometri adalah bagian dari geometri. Dalam trigonometri, Abul Wafa telah memperkenalkan fungsi tangen dan memperbaiki metode penghitungan tabel trigonometri. Ia juga tutur memecahkan sejumlah masalah yang berkaitan dengan spherical triangles.

Secara khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi identitas trigonometri. Inilah rumus yang dihasilkannya itu:

sin(a + b) = sin(a)cos(b) + cos(a)sin(b)
cos(2a) = 1 - 2sin2(a)
sin(2a) = 2sin(a)cos(a)

Selain itu, Abul Wafa pun berhasil membentuk rumus geometri untuk parabola, yakni:
x4 = a and x4 + ax3 = b.
Rumus-rumus penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga kini masih bertahan. Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru matematika membuktikan bahwa Abul Wafa adalah matematikus Muslim yang sangat jenius.
READ MORE -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Biografi Imam Hanafi

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.



Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.

Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.

Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.

Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.
READ MORE -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cassie - me and you

READ MORE - Cassie - me and you

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nama-nama Mesir

Mesir mempunyai banyak nama atau sebutan diantaranya: Egypt, Negeri Para

Nabi, Negeri Kinanah (tabung penyimpan anak panah), dan Negeri Seribu Menara.

Nama Mesir sendiri dulunya bernama Zajlah, namun kemudian diganti dengan
nama Mesir yang diambil dari nama Mashraim bin Markail bin Dawabil bin Gharyaab
bin Adam. Riwayat lain menyebutkan bahwa nama Mesir diambil dari nama
keturunan Nabi Nuh, yaitu Mashr bin Bishar bin Haam bin Nuh a.s.. wallahu A'lam.

Mesir disebut Negeri para nabi karena banyak nabi yang pernah singgah

bahkan tinggal dan lahir di Mesir. Karena itu Mesir disebut negeri para Nabi.

Mesir juga disebut negeri Kinanah yang artinya tabung penyimpanan anak
panah. Mesir ini ibarat tabung anak panah yang tidak habis-habisnya melepas anak
panah ke seluruh penjuru dunia. Anak-anak panah yang diluncurkan ke berbagai
penjuru dunia itu adalah perumpamaan para ulama yang lahir dari Mesir wabil khusus
dari Al-Azhar tercinta. Buktinya sampai sekarang ulama Islam yang jadi panutan,
rujukan, dan menginternasional adalah para ulama jebolan Universitas al-Azhar.
Bahkan bukan tidak mustahil jika ada seorang ulama dimanapun ia berada paling
tidak ada kaitannya dengan ulama Azhar. Kalau tidak secara langsung mungkin dari
guru-gurunya ada yangint isab ke al-Azhar. Sebagai contoh dan bukti nyata yang
sekarang ini kita saksikan adalah bahwa ulama-ulama sekarang yang jadi panutan
adalah ulama Azhar meski tidak harus berasal dari Mesir, misalnya, Dr. Mutawalli
Sya'rawi, Dr. Muhammad Sayid Thanthawi (Syekh Azhar), Dr. Muhammad Said
Ramadhan al-Buti, Dr. Wahbah Zuhaili, Dr. Ali Jumah, Dr. Yusuf Qardhawi.
Semuanya jebolan al-Azhar.

READ MORE -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS